Pasal 2
(1) Setiap orang yang secara melawan
hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain
yang suatukorporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling
sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan.
a. perampasan barang bergerak yang berwujud atau tidak berwujud atau barang
tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana
korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana dimana tindak pidana korupsi
dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut;
b. pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan
harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.
c. penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu)
tahun;
d. pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertantu atau penghapusan seluruh
atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh
Pemerintah kepada terpidana.
a. perampasan barang bergerak yang berwujud atau tidak berwujud atau barang
tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana
korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana dimana tindak pidana korupsi
dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut;
b. pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan
harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.
c. penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu)
tahun;
d. pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertantu atau penghapusan seluruh
atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh
Pemerintah kepada terpidana.
(2) Dalam hal putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) termasuk
juga barang pihak ketiga yang beritikad baik, maka pihak ketiga tersebut dapat
mengajukan surat keberatan kepada pengadilan yang bersangkutan, dalam waktu
paling lama 2 (dua) bulan setelah putusan pengadilan diucapkan di sidang
terbuka untuk umum.
(3) Pengajuan surat keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak
menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan.
(2) Dalam hal putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) termasuk
juga barang pihak ketiga yang beritikad baik, maka pihak ketiga tersebut dapat
mengajukan surat keberatan kepada pengadilan yang bersangkutan, dalam waktu paling
lama 2 (dua) bulan setelah putusan pengadilan diucapkan di sidang terbuka untuk
umum.
(3) Pengajuan surat keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak
menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan.
(3) Pengajuan surat keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak
menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan.
(5) Penetapan hakim atas surat keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
dapat dimintakan kasasi ke Mahkamah Agung oleh pemohon atau penuntut umum.
(5) Penetapan hakim atas surat keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
dapat dimintakan kasasi ke Mahkamah Agung oleh pemohon atau penuntut umum.
(2) Tindak pidana dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut
dilakukan oleh orang-orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun hubungan
lain, bertindak dalam likungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-
sama.
(2) Tindak pidana dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut
dilakukan oleh orang-orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun hubungan
lain, bertindak dalam likungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-
sama.
(4) Pengurus yang mewakili korporasi sebagaimana dalam ayat (3) dapat diwakili
oleh orang lain.
(5) Hakim dapat memerintahkan supaya pengurus korporasi menghadap sendiri di
pengadilan dan dapat memerintahkan supaya pengurus tersebut dibawa ke sidang
pengadilan.
(6) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan
untuk menghadap dan menyerahkan surat panggilan tersebut disampaikan kepada
pengurus ditempat tinggal pengurus atau ditempat pengurus berkantor.
(7) Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya denda, dengan
ketentuan maksimum pidana ditambah 1/3 (satu per tiga).
(4) Pengurus yang mewakili korporasi sebagaimana dalam ayat (3) dapat diwakili
oleh orang lain.
(5) Hakim dapat memerintahkan supaya pengurus korporasi menghadap sendiri di
pengadilan dan dapat memerintahkan supaya pengurus tersebut dibawa ke sidang
pengadilan.
(6) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan
untuk menghadap dan menyerahkan surat panggilan tersebut disampaikan kepada
pengurus ditempat tinggal pengurus atau ditempat pengurus berkantor.
(7) Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya denda, dengan
ketentuan maksimum pidana ditambah 1/3 (satu per tiga).
(5) Hakim dapat memerintahkan supaya pengurus korporasi menghadap sendiri di
pengadilan dan dapat memerintahkan supaya pengurus tersebut dibawa ke sidang
pengadilan.
(6) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan
untuk menghadap dan menyerahkan surat panggilan tersebut disampaikan kepada
pengurus ditempat tinggal pengurus atau ditempat pengurus berkantor.
(7) Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya denda, dengan
ketentuan maksimum pidana ditambah 1/3 (satu per tiga).
(6) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan
untuk menghadap dan menyerahkan surat panggilan tersebut disampaikan kepada
pengurus ditempat tinggal pengurus atau ditempat pengurus berkantor.
(7) Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya denda, dengan
ketentuan maksimum pidana ditambah 1/3 (satu per tiga).
(7) Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya denda, dengan
ketentuan maksimum pidana ditambah 1/3 (satu per tiga).